Salah satu di antara masalah besar dalam bidang
pendidikan di Indonesia yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu
pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata prestasi belajar, khususnya
peserta didik Sekolah Menengah Atas (SMA). Masalah lain adalah bahwa pendekatan
dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru (teacher centered). Guru
lebih banyak menempatkan peserta didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek
didik. Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam
berbagai mata pelajaran, untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik
(menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis, belum memanfaatkan quantum
learning sebagai salah satu paradigma menarik dalam pembelajaran, serta
kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual.
Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan
kita, umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai peserta
didik menguasai materi pembelajaran secara tuntas. Akibatnya, banyak
peserta didik yang tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah
dinyatakan tamat dari sekolah. Tidak heran kalau mutu pendidikan secara
nasional masih rendah.
Penerapan Standar Isi yang berbasis pendekatan kompetensi
sebagai upaya perbaikan kondisi pendidikan di tanah air ini memiliki beberapa
alasan, di antaranya:
1. potensi peserta didik berbeda-beda,
dan potensi tersebut akan berkembang
jika stimulusnya tepat;
2. mutu hasil pendidikan yang masih rendah serta mengabaikan
aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, seni & olah raga, serta kecakapan
hidup (life skill);
3. persaingan global yang memungkinkan hanya mereka yang mampu akan
berhasil;
4. persaingan kemampuan SDM (Sumber Daya Manusia) produk lembaga
pendidikan;
5. persaingan yang terjadi pada lembaga pendidikan, sehingga perlu
rumusan yang jelas mengenai standar kompetensi lulusan.
Upaya-upaya dalam rangka perbaikan dan pengembangan
kurikulum berbasis kompetensi meliputi: kewenangan pengembangan, pendekatan
pembelajaran, penataan isi/konten, serta model sosialisasi, lebih disesuaikan
dengan perkembangan situasi dan kondisi serta era yang terjadi saat ini.
Pendekatan pembelajaran diarahkan pada upaya mengembangkan kemampuan peserta
didik dalam mengelola perolehan belajar (kompetensi) yang paling sesuai dengan
kondisi masing-masing. Dengan demikian proses pembelajaran lebih mengacu
kepada bagaimana peserta didik belajar dan bukan lagi pada apa yang dipelajari.
Sesuai dengan cita-cita dari tujuan pendidikan nasional,
guru perlu memiliki beberapa prinsip mengajar yang mengacu pada peningkatan
kemampuan internal peserta didik di dalam merancang strategi dan melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi internal itu
misalnya dengan menerapkan jenis-jenis strategi pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik mampu
mencapai kompetensi secara penuh, utuh dan kontekstual.
Berbicara tentang rendahnya daya serap atau prestasi
belajar, atau belum terwujudnya keterampilan proses dan pembelajaran yang
menekankan pada peran aktif peserta didik, inti persoalannya adalah pada
masalah "ketuntasan belajar" yakni pencapaian taraf penguasaan
minimal yang ditetapkan bagi setiap kompetensi secara perorangan. Masalah
ketuntasan belajar merupakan masalah yang penting, sebab menyangkut masa depan
peserta didik, terutama mereka yang mengalami
kesulitan belajar.
Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah satu usaha
dalam pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi peserta didik mencapai
penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi tertentu. Dengan
menempatkan pembelajaran tuntas (mastery
learning) sebagai salah satu prinsip utama dalam mendukung pelaksanaan
kurikulum berbasis kompetensi, berarti pembelajaran tuntas merupakan sesuatu
yang harus dipahami dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh seluruh warga
sekolah. Untuk itu perlu adanya panduan yang memberikan arah serta petunjuk
bagi guru dan warga sekolah tentang bagaimana pembelajaran tuntas seharusnya
dilaksanakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar